Senin, 09 Januari 2012

Hadist Ditinjau Dari Kualitas Sannad Dan Matannya

BAB I
PENDAHULUAN

Seluruh Umat Islam telah sepakat bahwa hadis Rosul merupakan sumber dan dasar hukum islam setelah AL-Qur’an, dan umat islam diwajibkan mengikuti Al-Qur’an. Al-Qur’an dan hadits merupakan dua sumber hukum syariat islam yang tetap, yang orang islam tidak mungkin memahami syariat islam secara mendalam dan lengkap dengan tanpa kembali kepada kedua sumber islam tersebut.
Banyak ayat Al-Qur’an dan hadis yang memberikan pengertian bahwa hadis itu merupakan sumber hukum islam selain Al-Qur’an yang wajib diikuti, baik dalam bentuk perintah maupun larangannya.
Dan didalam hadis itu sendiri banyak sekali terdapat macam-macam hadis, diantaranya hadis dilihat dari kualitas Misalnya hadis mardud, maqbul, shahih, ahad, hasan, mutawatir, dha’if, dan lain-lain. Untuk lebih jelas mengenai pembagian hadis tersebut akan kami paparkan pada makalah dibawah ini.


BAB II
PEMBAHASAN

A. SANAD DAN MATAN
1. Pengertian Sanad dan Matan

Kata sanad menurut bahasa “Sandaran”, atau sesuatu yang kita jadikan sandaran. Dikatakan demikian,karena hadis bersandar kepadanya. Menurut istilah, sanad adalah “berita tentang jalan matan”. Yang berkaitan dengan istilah sanad, terdapat kata-kata seperti al-isnad, al-musnid, dan al-musnad. Kata al-isnad berarti menyandarkan, mengasalkan (mengembalikan ke asal ), dan mengangkat. Yang dimaksud disisni, ialah menyandarkan hadis kepada orang yang mengatakannya (raf’u hadits ilaqa’ilih atau’azwu hadits ila qa’ilih). Menurut Al-Tahiby, sebenarnya kata al-isnad dan al-sanad digunakan oleh para ahli hadits dengan pengertian yang sama.
Sedangkan kata matan atau “al-matn” menurut bahasa berarti mairtafa’a min al-ardhi (tanah yang meninggi). Sedang menurut istilah adalah suatu kalimat tempat berakhirnya sanad.ada juga redaksi yang lebih simple lagi, yang menyebutkan bahwa matan adalah uung sanad (gayah as-sanad). Dari semua pengertian diatas, menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan matan, ialah materi atau lafaz hadits itu sendiri.
B. HADIS DITINJAU DARI KUALITAS
1. Hadis Maqbul
Dalam bahasa kata maqbul artinya diterima. Hadis itu dapat diterima sebagai hujah dalam islam, karena sudah memenuhi criteria persyaratan baik yang menyangkut sanad maupun matan. Adapun menurut istilah hadis maqbbul adalah hadis yang unggul pembenaran pemberitaannya. Keunggulan pembenaran berita itu mungkin pada proses awal adanya dua dugaan antara benar dan salah.
2. Hadis Mardud
Mardud dalam bahasa lawan dari Maqbul yakni ditolak atau tidak diterima. Penolakan hadis ini dikarenakan tidak memenuhi beberpa kriteria persyaratan yang di tetapkan para ulama, baik yang menyangkut sanad seperti setiap perawi harus bertemu langsung dengan gurunya (ittishal as-sanad) maupun yang menyangkut matan seperti isi matan yang tidak bertentangan dengan al-qur’an dan lain-lain. Hadis maqbul terbagi dua macam yaitu :
a. Hadis Shahih
Kata shahih dalam bahasa diartikan orang sehat antonym dari kata as-saqim yaitu orang yang sakit jadi yang dimaksudkan hadis shahih adalah hadis yang sehat dan benar tidak terdapat penyakit dan cacat.sedangkan menurut istilah hadis shahih adalah hadis yang muttashil (bersambung) sanadnya,diriwayatkan oleh orang adil dan dhabit (kukuh daya ingatan) sempurna dari sesamanya, selamat dari kejanggalan (syadzdz), dan cacat (‘illat).
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hadis shahih mempunyai 5 kriteria, yaitu:
1. Persambungan Sanad
Artinya setiap perawi dalam sanad bertemu dan menerima periwayatan dari perawi sebelumnya baik secara langsung atau secara hukum dari awal sanad sampai akhirnya. Pertemuan dan persambungan sanad dalam periwayatan dalam bentuk pertemuan ada dua macam lambang yang digunakan oleh para periwayat:
pertemuan langsung (mubasyarah), seseorang bertatap langsung dengan syaikh yang menyampaikan periwayatan.
Pertemuan secara hukum (hukmi), seseorang meriwayatkan hadis dari seseorang yang hidup semasanya dengan ungkapan kata yang mungkin mendengar atau mungkin melihat.
2. Keadilan Para Perawi ( ‘adalah ar-ruwah)
Pengertian adil dalam bahasa seimbang atau meletakkan pada sesuatu pada tempatnya, lawan dari zalim. Menurut istilah orang yang adil adalah orang yang konsisten (istiqamah) dalam beragama, baik akhlaknya, tidak fasik dan tidak melakukan cacat muruah.
3. Para Perawi bersifat dhabit (dahbth ar-ruwah)
Maksudnya, para perawi itu memiliki daya ingat hapalan yang kuat dan sempurna. Sifat dhabith ini ada dua macam yaitu:
Dhabith dalam dada (adh-dhabth fi ash- shudur)
Dhabith dalam tulisan (adh-dhabth fi as-suthur)
4. Tidak terjadi kejanggalan (syadzdz)
Syadz dalam bahasa berarti ganjil, terasung, atau menyalahi aturan. Maksud syadzdz disini adalah periwayatan orang tsiqah (terpercaya yakni adil dan dhabith).
Contoh seperti hadis yang diriwayatkan oleh muslim melalui jalan ibnu wahb sampai pada Abdullah bin zaid dalam memberikan sifat-sifat wudhu’ rasulullah:
“Bahwa beliaw menyapu kepalanya dengan air yang bukan kelebihan di tanganny”..
5. Tidak terjadi ‘illat
Dalam bahasa arti ‘illat yaitu penyakit, sebab, alas an, atau udzur.sedang arti ‘illat disini adalah sutu sebab tersembunyi yang memebuat cacat keabsahan suatu hadis padahal lahirnya selamat dari cacat tersebut.

a. Macam-macam hadis shahih
Macam-macam hadis shahih ada dua macam yaitu:
shahih lizatih (shahih dengan sedirinya ), karena telah memenuhi 5 kriteria hadis shahih.
shahih lighayrih (shahih karena yang lain).
b. Kehujahan Hadis shahihHadis yang telah memenuhi persyaratan hadis shahih wajib diamalkan sebagai hujah atau dalil syara’ sesuai dengan ijma’ para ulama ushul dan fikih. Tidak ada alasan bagi seorang muslim tinggal mengamalknnya. Hadis shahih lighayrih lebih tinggi derajatnya dari
pada hasan lidzatih, tetapi lebih rendah dari pada shahih lidzatih. Sekalipun demikian ketiganya dapt dijadikan hujah.
c. Tingkatan Shahih
Dari segi sanadnya yang dipandang paling shahih, tingkatannya sebagai berikut:
periwayatan sanad yang paling shahih adalah dari imam malik bin anas dari nafi’ mawla (budak yang telah dimerdekakan ) dari ibnu umar.
Periwayatan sanad yang berad dibawah tingkat sanad pertama seperti ahmmad bin salamah dari tsabit dari anas.
Seperti periwayatan suahil bin abu shalih dari ayahnya dari abu hurairah

B. Hadis Hasan
Dari segi bahasa hasan dari kata al-husnu bermakna al-jamal yaitu keindahan. Menurut istilah yang dikemukakan oleh ibnu hajar Al-Asqalani dalam An-Nukhbah, yaitu hadis yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil, kurang sedikit ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan (syadz), dan tidak ada ‘illat.
Kriteria hadis hasan hampir sama dengan kriteria hadis shahih. Perbedaannya hanya terletak pada sisi ke-dhabith-annya. Hadis shahih ke-dhabith-an seluruh perawinya harus zamm (sempurna), sedang dalam hadis hasan, kuirang sedikit ke-dhabidh-an perawi hadis hasan nilainya memang kurang jika dibandingkan dengan perawi hadis shahih, karena kedhabithan para perawi hadis shahih sangat sempurna (tamm).

a. Kehujahan hadis hasan
Hadis hasan dapat dijadikan hujah walaupun kualitasnya di bawah hadis shahih. Semua fuqaha, sebagai muhadditsin dan ushuliyyin mengamalkannya kecuali sedikit dari kalangan orang yang sangat ketat dalam mempersyaratkan penerimaan hadis (musyaddidin). Bahkan sebagian muhadditsin yang memepermudah dalam persyaratan shahih (mutasahilin) memasukkannya kedalam hadis shahih, seperti Al-Hakim, ibnu hibban, dan ibnu khazaimah.
b. Kitab-Kitab hadis hasan
Di antara kitab-kitab hadis yang memuat hadis hasan, adalah sebagai berikut:
Jami’ at-tirmidzi yang mayhur dikenal sunan at-tirmidzi. Kitab ini yang mencuatkan pertama istilah hadis hasan, karena semula hadis dari segi kualitasnya hanya dua, yakni hadis shahih dan dha’if.kemudian setalah mempertimbangkan cacat sedikit saja misalnya dhabith yang kurang sempurna (ghayr tamm) sedikit dimasukkan ke bagian dha’if, maka diambilah jalan tengah yaitu hadis hasan.
Sunan abi dawud, di dalamnya terdapat hadis ahahih, hasan, dan dha’if dengan dijelaskan kecacatannya. Hadis yang tidak dijelaskan kedha’ifannya dan tidak dinilai keshahihannya oleh para ulama dinilai hasan oleh abu dawud.
Sunan ad-daruquthni, yang dijelaskan di dalamnya banyak hadis hasan.
c. Hadis Dha’if
Hadis dha’if adalah bagian dari hadis mardud. Dari segi bahasa dha’if berarti lemah lawan dari al-qawi yaitu kuat. Kelemahan hadis dha’if ini karena sanad dan matannya tidak memenuhi kriteria hadis kuat yang diterima sebagai hujah. sedangkan menurut istilah adalah dha’if yaitu hadis yang tidak menghimpun sifat hadis hasan sebab satu dari beberapa syarat yang tidak terpenuhi.
Contoh hadis dha’if


“Barang siapa yang mendatangi seorang wanita yang menstruasi (haid) atau pada seorang wanita dari jalan belakang (dubur) atau pada seorang dukun, maka ia telah mengingkari apa yang diturunkan kepada nabi Muhammad”.
Tingkatan dha’if
Sebagai salah satu syarat hadis dha’if yang dapat diamalkan diatas adalah tidak terlalu dha’if atau tidak terlalu buruk kedha’ifannya. Hadis terlalu buruk kedha’ifannya tidak dapat diamalkan sekalipun dalam fadhail al-a’mal. Menurut ibnu hajar urutan hadis dha’if yang terburuk adalah mawduhu’, matruj, munkar, mu’allal, mudraj, maqlub, kemudian mudhtharib.
Kitab-kitab hadis dha’if
Di antara kitab-kitab yang tersusun secara khusus tentang hadis dha’if adalah:
a. Al-marasil, karya abu dawud
b. Al-‘lal, karya ad-daruquthni
c. Kitab-kitab yang banyak mengemukakan para perawi yang dha’if adalah seperti adh-dhu’afa karya ibnu hibban, mizan al-I’tidal karyabadz dzahab.











BAB III
KESIMPULAN

Dari uaraian di atas dapat disimpulkan bahwa hadis ditinjau dari kualitas sanad dan matan banyak pembagiannya diantaranya yaitu hadis maqbul atau hadis yang dapat diterima kehujahannya dalam islam, karena sidah memenuhi beberapa kriteria persyaratan baik yang menyangkut sanad maupun matan. dan hadis mardud atau hadis yang ditolak atau tidak diterima, karena tidak memenuhi beberapa kriteria persyaratan yang ditetapkan para ulama baik yang menyangkut sanad maupun yang menyangkut matan.
hadis maqbul terbagi lagi menjadi dua yaitu hadis shahih atau hadis yang sehat dan benar, tidak terdapat penyakit dan cacat. Dan hadis hasan atau hadis yang bersambung sanadnya.
sedangkan hadis mardud ada satu yaitu hadis dha’if atau hadis yang lemah, kelemahan hadis dha’if ini karena sanad dan matannya tidak memenuhi kriteria hadis kuat yang diterima sebagai hujah.


DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Majid, Khon, 2010, Ulumul Hadis, Jakarta: Amzah

Al-Qasimi, 1993, Qawaid At-Tahdis, Jakarta: Raja Grafindo Persada

Ath-Thahan, Muhammad, 1986, Tasyir Mushtalah Al-Hadis, Jakarta: Amzah

Suparta, Munzier, 1993, Ilmu Hadis, Jakarata: Raja Grafindo Persada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar